Selasa, 17 Desember 2013

Contoh Kasus Bisnis Tak Beretika (Kasus Pencurian Pulsa)

PENCURIAN PULSA

Dikutip dari Kompas
Potensi kerugian pengguna telepon seluler akibat kecurangan penyedia jasa layanan pesan premium bisa mencapai Rp 100 miliar per bulan. Besarnya pulsa yang diambil dari konsumen karena ada penyedia layanan konten serta minimnya pengawasan dari operator telepon selular dan regulator.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) memperkirakan nilai kehilangan pulsa konsumen  bisa mencapai Rp 140 miliar. Adapun Indonesia Mobile and Online Content Provider Association (IMOCA) lebih moderat dengan menyebut kisaran puluhan miliar rupiah, tetapi masih dibawa Rp 100 miliar.
Menurut Direktur Operasional IMOCA Tjandra Tedja di Jakarta, Selasa (4/10), perputaran uang dari sektor layanan konten mencapai 5% dari nilai transaksi telekomunikasi. Adapun pada akhir tahun 2010 diperkirakan omzet industry telekomunikasi mencapai Rp 100 triliun.
“Saya memiliki kecurigaan hampir setiap iklan yang di broadcast ataupun SMS, orang yang membalas bisa dibilang diatas 50% tertipu,” tuturnya, sambil menambahkan bahwa sebagian iklan menampilkan gaya bahasa terselubung untuk menarik pengguna layanan seluler agar merespons.
Dia memberikan contoh sebuah tawaran,”Wow, kamu berpeluang mendapatkan pulsa Rp 20.000 untuk 20 awal. Dapatkan Blackberry dan jalan-jalan gratis ke Hongkong. Telusuri 115310*1”. Ternyata setelah pengguna mencoba layanan itu, ia secara otomatis didaftarkan mendapat informasi salah satu grup music dengan tariff Rp 2.000 per SMS.
Ketua Pengurus Hairan YLKI Sudaryatmo berasumsi, dari 220 juta nomor telepon seluler yang aktif, ada sekitar 29 juta pengguna yang terjebak, dengan tarif konten berlangganan Rp 5.000 per bulan, sehingga ada potensi kehilangan sekitar Rp 147 miliar per bulan. Angka asumsi 29 juta muncul dari sekitar 30% dari total  nomor tarif lalu sempat masuk ke layanan premium, ada 90 % yang tidak membatalkan registrasi dan separuh diantaranya terpaksa.
Kendati begitu, Tjandra menjelaskan, tidak semua penyedia layanan konten “nakal”. Namun, “kenakalan” beberapa penyedia layanan konten itu membuat pengusaha konten yang lain terimbas karena masyarakat jadi apriori. Anggota IMOCA, misalnya, berkurang dari 60 perusahaan menjadi 40 perusahaan.
Sudaryatmo dan Tjandra menilai, selain kenakalan penyedia konten, fungsi pengawasan Badan Regulasi Telekomunikasi  Indonesia (BRTI) dan para operator juga tidak berjalan. Seharusnya, menurut Tjandra, BRTI proaktif mengambil contoh penawaran konten dari televisi ataupun SMS massal, lalu memperingatkan penyedia konten “nakal”. Dia menilai BRTI paham alur teknis produk konten itu sehingga penindakkan tergantung dari kesungguhan dan niat BRTI.
Heru Sutani, anggota BRTI, menuturkan, ketegasan sikap tidak harus melulu ditunjukkan BRTI. Menurut dia, operator juga harus tegas. “Setelah kami tegur baru ada penghentian kerja sama,” tutur Heru, sambil menambahkan, pekan depan pihaknya akan mengumpulkan sejumlah pemangku kepentingan layanan pesan premium untuk menuntaskan masalah itu.
Pada kasus pencurian pulsa diatas merupakan kasus yang sebenarnya telah lama menjadi keluhan pengguna telepon seluler.
Dari kasus diatas dapat disimpulkan permasalahan yang timbul:
  1. Kecurangan penyedia jasa layanan pesan premium
  2. Minimnya pengawasan dari operator telepon selular dan regulator.
  3. Kurangnya informasi kepada masyarakat sebagai pengguna telepon seluler
  4. Pembohongan pada pengguna telepon selular
  5. Pemotongan nilai pulsa oleh pihak jasa layanan pesan

Trik yang digunakan:
-      Iklan menampilkan gaya bahasa yang menarik untuk menarik pengguna layanan seluler agar merespons.
-      Harga dari jasa yang ditawarkan kelihatan murah
-      Konsemen ditawarkan dengan iming-iming hadiah

Bagi pengusaha yang menjual jasa:
  1. Mendapatkan keuntungan besar dari bisnis ini.
  2. Pengusaha memberikan pelayanan tidak wajar
  3. Melupakan penerapan kesetiaan konsumen terhadap jasanya
  4. Pengusaha melakukan penipuan terhadap konsumen
  5. Melanggar hukum (sesuai dengan undang-undang perlindungan konsumen)
  6. Pengusaha melakukan tindakan ini disinyalir adanya persaingan bisnis tidak sehat

Yang dirugikan adalah konsumen pengguna telepon seluler
Sikap yang dimiliki oleh konsumen:
  1. Membiarkan karena tidak tahu prosedur menghapus fitur setelah terdaftar
  2. Pasrah saja
  3. Kemungkinan provider bekerja sama dengan perusahaan layanan sehingga menyulitkan penghapusan jasa layanan pesan
  4. Menikmati karena menyukai fitur yang ditawarkan, contoh: Nada sambung pribadi.

Yang harus dilakukan oleh konsumen:
  1. Memahami penggunaan telepon selular dengan baik dan benar
  2. Membaca dengan teliti promosi dari setiap iklan yang dikirimkan ke handset
  3. Menghubungi operator untuk menghapus fitur atau mengakhiri berlangganan
  4. Melakukan pengecekan besarnya pulsa yang dimiliki setiap sebelum dan sesudah melakukan panggilan atau kegiatan penggunaan telepon seluler
  5. Apabila tidak bisa dilakukan penghapusan, maka langkah terakhir adalah mengganti nomor



 Sumber:   Kompas
http://sakola-ug.blogspot.com/2011/10/kasus-bisnis-tidak-beretika.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar